Friday, September 21, 2012

Pangrango


Lembah Mandalawangi di Gunung Pangrango. Gunung Pangrango terletak di tiga Kabupaten; Bogor, Cianjur, dan Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Dengan puncak tertinggi berada di 3.019mdpl yang merupakan puncak tertinggi kedua di Jawa Barat setelah Gunung Ciremai. 
     Perjalanan kali ini banyak ceritanya. Selain keribetan yang dialamin si Dwie waktu ngurusin administrasi ditambah keribetan gue sama tugas field check dari kantor. Dari yang tadinya udah 90% ikut eh sehari sebelum hari H gue memutuskan untuk menimbang-nimbang lagi lantaran tugas kantor yang belum kelar di Kaltim. Anyway, gue pun hadir di trip ini, walaupun cuma punya waktu 3 jam (gue nyampe rumah jam 17.30 terus cabut lagi ke Kp. Rambutan jam 20.30) untuk unpacking kemudian packing, berleha-leha, ngerumpi bentar ama Ibu dan Bapak..tapi tetep gue sudah bertekad bulat akan ikut trip ini. Jadi, dengan nawaitu, Bismillah gue pun berangkat naik bapak ojek kesayangan yang suka nge-tem depan rumah
     Gue nyampe on time di terminal, jam 21.00. Baru ada Dheva dan Seandy (hai hai.. Jomblangers!). Tunggu punya tunggu yang harusnya ngumpul jam 9 malem, pasukannya baru lengkap sekitar jam 11 malem. Kita patungan masing-masing 100.000 / orang untuk semua keperluan pendakian nanti (walaupun pada akhirnya lebihnya banyak banget). Well, rasanya gue udah gak sabar masuk dalem bis kemudian tidur. Dipersingkat, kita berangkat dari Kp. Rambutan jam 11 malem bersama rombongan lain yang mau ke Cibodas juga. Tawar menawar harga pas 30.000, langsung tancap gas. Lelap rasanya tidur di bis, itung-itung buat recharge tenaga gue karena baru balik dari Balikpapan.
     Sampe Cibodas sekitar jam 2.30 pagi. Carter angkot sampe ke Balai TNGP lalu kita pun makan, isi perut. Nasi goreng telur, nyam nyam. Setelah makan, lanjut jalan ke pintu masuk jalur pendakian. Sebelumnya sowan dulu ke Mas Wendi dan kawan-kawan di Montana basecamp, sekalian numpang ngelanjutin tidur lagi. Paginya, gue bangun paling telat, jam 7..hehe, nggak enak rasanya jadi tontonan orang, maklum tidurnya di ruang tengah tempat orang pada mondar-mandir. Setelah minum teh anget dan nyangu nasi bungkus buat makan siang, kita pun bersiap untuk berangkat. 7.45 kita pun mulai meniti jalan berbatu menuju ke Pangrango, setelah do'a bersama (kalo nggak mau dibilang mengheningkan cipta).
     Meniti jalan berbatu itu terus terang mengingatkan gue kenangan 12 tahun yang lalu, waktu masih SMP. Kala itu pertama kalinya tuh gue naik gunung. Racun dunia tingkat tinggi berhasil dilancarkan Bang Hendra, Kak Kudri dan Kak Fahrul. Mahasiswa Aranyacala Trisakti ini berhasil 'menculik' gue dan Atit ke Gede ples bawa carrier sendiri (setengah jalan aja bawanya, lebihnya dibawain) lengkap deh sama nesting, kompor, sleeping bag, dan matras. Tapi pengalamn itu sungguh berharga karena bikin gue selalu kepingin terus naik gunung, napas emang sengap tapi Alhamdulillah sampe sekarang belum pernah merasa kapok naik gunung. Lanjut ke Pangrango, akhirnya sedikit demi sedikit, pos demi pos berhasil sama-sama kita lewatin. Dari Pos Telaga Biru, Payangcangan, Batu Kukus, dan istirahat di air panas. Dari Pos Batu Kukus ke air panas lumayan panjang jalannya. Kita makan siang di air panas, sekitar jam 11 siang. Makan siangnya udah dibeliin Dwie sebelum kita berangkat. Lumayan nih, nasi pake ikan ini bener-bener nambah bensin  buat badan gue. Gue makan parohan sama DP, soalnya bakal gak abis juga kalo makan sendiri. Di pos air panas ini kita ketemu banyak temen-temen pendaki yang lain, dari pas awal pendakian juga udah ketemu banyak sih, tapi ada beberapa orang yang bareng kita terus. Salah satunya yang gue inget adalah sepasang suami istri yang bawa anaknya yang baru berumur sekitar 1-2 tahun. Kagum gue! Tapi yang bikin gue lebih kagum adalah temennya suami-istri tadi, yang bawain barang-barang mereka termasuk anaknya, alhasil carriernya tinggi banget, ngalah-ngalahin lemari es 2 pintu. Selesai makan, kita siap-siap berjalan lagi, sayangnya Seandy memutuskan untuk nggak ikut nerusin pendakian ini. Dua kakinya kram dan dia pun nggak kuat lagi untuk terus. Seandy pun buka tenda di Pos Kandang Batu, pos setelah air panas, sendirian. And, here we are ber 14 yang udah terpencar-pencar kemana-mana. Tapi yang selalu ada di deket gue itu kalo nggak salah sih; Firman dan Wiwik. Makasih Firman for looking after me. Perjalanan ke Pos Kandang Badak sekitar 2 jam, kita terlalu banyak berhenti untuk istirahat. Sesampainya di Kandang Badak kita istirahat lagi agak lama, sholat dzuhur-ashar, pijet-pijetan dulu. Dari simpang Kandang Badak inilah jalan terpecah menjadi dua; ke puncak G. Gede dan G. Pangrango.
     Rasanya sudah sore nian ketika kami memulai kembali perjalanan untuk sampai di puncak Pangrango. Jam 3 sore kami mulai lagi melangkahkan kaki, sedikit demi sedikit, perlahan dan perlahan seiring hujan kabut yang mulai turun setetes demi setetes. Dalam perjalanan naik ke atas pun beberapa ada yang telah mengingatkan untuk memeriksa senter dan alat penerangan lainnya. Seharusnya dari Kandang badak sampai ke puncak Pangrango sekitar 3 jam,tapi entahlah.. alam bisa berkata lain, toh pada akhirnya kita harus menjadi orang yang menerima atas semua hal yang terjadi di luar kendali kita, seperti ini contohnya.. dan akhirnya pun kita tiba di puncak sekitar jam 9 malam lalu lanjut ke Mandalawangi, sekitar 30 menit. Banyak cerita dan pelajaran dari perjalanan ini, khususnya dari kandang badak menuju puncak. Kami bertemu dua rombongan lainnya yang juga akan ke Mandalawangi. Rombongan pertama ada 5 orang mahasiswa dari Bandung (Adi, Iqbal, Dini, Icha, Rahma) dan rombongan lainnya adalah 3 orang dari Pondok Gede yang ternyata masih anak muda *aduuh! (Andy, Ompong, Azis). Akhirnya kami pun bergabung, sepakat untuk berjalan beriringan, saling menunggu satu sama lain dan yang terpenting adalah saling mensupport saat dirasa kian malam mental kian melorot. Medan yang ditempuh jelas lebih berat dari sebelumnya. Kalo sebelumnya medan dengan batu-batu yang menanjak terurai dari pintu masuk pendakian sampai kandang badak, sekarang udah nggak ada lagi tuh batu-batu, udah tergantikan dengan jalur tanah dan akar-akar pohon yang lebih terjal, yang kadang menyempit tak jarang banyak pohon tumbang yang melintang menghalangi jalan kami. Jalan menanjak, sedikit membungkuk, kadang harus manjat dikit, agak kepleset-kepleset dikit, itulah yang mendominasi trek dari kandang badak menuju Mandalawangi ini. Perlu diketahui, trek ini adalah jalur yang dilalui air, untung hujan yang turun malam itu hanyalah hujan kabut, kebayang kan kalo hujan deres, kita harus kerja ekstra keras untuk melawan air yang datang. Ditambah jalur sempit yang dilalui ini terkadang bener-bener sempit sehingga kita pun harus bergantian antri menunggu dan sering banget gue ketiduran kalo lagi ngantri begini. Aseli! ngantuk pisan lah, sampe beberapa kali gue sempet terlelap. Beruntung! masih ada beruntungnya, beruntung karena kita bergabung menjadi rombongan besar, terlebih memiliki Andy, Ompong, dan Azis di pendakian ini. Selain penyumbang terbesar untuk cemilan mereka juga penyumbang terbesar untuk energi dan semangat melalui toa alias bacot yang gak ada matinya. Selama di jalan, ada aja yang diomongin sama mereka tapi yang paling berkesan sih saat mereka teriak.."cangcimen...cangcimen...kacang, kuaci, permen..." haduuh, langsung ngakak gue, berasa di bis nuju ka Garut ieu mah. Lumayan lah, ada grup lenong gratis kriman dari Pondok Gede, selain menghibur mereka juga sangat ramah dan kenes. Salut sama batre mereka yang full terus ampe Mandalawangi. Perasaan terhibur, aman, dan optimis sepertinya pelan-pelan bangkit lagi di setiap orang, khususnya; saya :)
    Mereka bertiga pun akhirnya mengambil alih pendakian ini, dengan cara Ompong sebagai advance di depan yang nyari jalur, Andy yang sigap bantuin temen-temen di medan yang sulit, dan Azis sebagai sweeper di belakang bareng sama Firman. Daaaan setelah 6 jam, setengah. Setelah melewati halang rintang yang seperti nggak ada habisnya. Setelah naik-naik, manjat-manjat. Setelah berjalan melawan angin kenceng. Setelah berkuyup dengan hujan kabut. Setelah menembus dinginnya malam. Di depan sana, terucap kencang kata "Alhamdulillah...!" pertanda salah seorang dari kami telah tiba di puncak. Dalam hati pun saya membatin kata yang sama. Perasaan ngantuk pun sedikit demi sedikit meluntur. Walaupun masih terhuyung berjalan karena beban carrier dan pusing di kepala, gue berhasil meyakinkan diri untuk tetap berjalan. Dengan adanya Firman yang tetep di belakang jelas sangat ngebantu gue. Gue kehilangan sinyal GPS karena gue taro di kantong celana sehingga gue gak bisa 'mark' dan ngintip elevasi saat gue di puncak. Perjalan dari puncak ke Mandalawangi cuma sekitar 20 menit dengan jalan yang landai.
       Angin kencang menyambut kami di Mandalawangi. Bergegas semua mendirikan tenda, masak sejadinya; mie rebus lalu ganti baju kering dan buru-buru membungkus diri dalam sleeping bag yang hangat..ahhh nggak sulit untuk memejamkan mata dan terlelap rasanya. Angin boleh menderu-deru di luar sana tapi tenda kami semua penuh kehangatan malam itu, hangat oleh rasa kebersamaan lelah yang luar biasa. Subuh gue terbangun karena mendapati Dina yang gemeletuk kedinginan. Gue memeluk kakinya dengan kaki gue, berharap dia sedikit lebih baik. Jam 8, di luar tenda sudah ramai. Ramai dan riuh suara sambutan matahari pagi. Gue berusaha keras bangun dan berdiri, bergabung di luar sana. Subhanallah...Mandalawangi pagi itu.. indah, bersinar, damai.. dan syahdu.

     Masakan kami cukup mewah pagi itu.Selain nasi berkerak bikinan gue yang ternyata abis juga dimakan. Kita bikin mie rebus beronde-ronde, maklum anak bebeknya banyak. Nona logistik, DP udah siap sedia untuk bahan baku bakwan dan pecel. Amunisi pagi cukup padat dan bergizi pokoknya, dipastikan semua pada kuat jalan sampe kandang badak. Sedangkan perbekalan siang adalah pecel dan telur dadar. Setelah foto keluarga bareng rombongannya Icha dari Bandung dan Cangcimen dari Pondok Gede kita pun berdo’a bersama untuk kepulangan hari ini, tiada lain supaya selamat kembali sampai di rumah. Jam 11 teng, kami pun berjalan, seperti biasa, beriringan, saling tunggu, saling memperhatikan jarak, ah bener-bener kebersamaan yang manis buat gue. Udah lama soalnya ga merasakan perjalanan ke gunung seperti ini (Geologi Trisakti saya rindu ekskursi bersama kaliaaaaaaaan *maaf yah curhat dikit). Perjalanan siang itu cukup lancar, cuaca cerah, matahari bersinar sejadi-jadinya. Kami pun sempat melihat puncaknya gunung tetangga; Gede yang sepersekian menit terlihat jernih di depan sana, gue nggak sempet buka kamera eh awan putih serombongan udah keburu menutup puncak tadi. Jalan masih terus berliku ke bawah. Rasanya nggak percaya ini trek yang kita lewati semalam, bener-bener.. hmm.. dududu, susah mendeskripsikannya tapi bahagia rasanya pernah menjejakkan tapak sepatu hi-tec ku di atas trek menuju Mandalawangi ini, entah bahagia saja pokoknya. La la la..rasanya kalo hati seneng, medan yang berat sekalipun tetap terasa menyenangkan, percaya deh. Carrier gue beratnya ga bergeming, hampir sama persis dari waktu berangkat karena tetep harus nenteng air putih untuk gue dan DP, belum sisa-sisa gas yang kalo dibuang sayang. Tapi ya itu tadi, berpegang pada teori ‘hati senang, semua jadi enteng’ gue pun tetep bisa ketawa saat dengerin si Andy, Ompong, dan Azis ngebacot. Agak ngos-ngosan sebenernya kalo mo ketawa atau sekedar nyautin si Andy, jadi gue cukup dengan senyum-senyum aja lah, itupun udah menghibur setengah mati. Pohon tumbang dan melintang penghalang jalan pun kemali menyapa, kali ini gue lebih semangat melewatinya, hoho berkat bakwan ajaib sepertinya. Jam 2 kita pun sampai di kandang badak. Horrayyy..gue udah kebelet pipis soalnya. Gue udah bertekad mau masak air dan menyeduh energen buat bensin tambahan. Pecel dan telur dadar plus tempe oreknya DP dan teri kacang gue pun laris manis. Semua terlihat mengunyah dan memamah biak sambil asik ngobrol. Walaupun begitu tetep nggak bisa lama-lama karena melihat ke atas awan gelap sudah menggantung seperti meminta kita untuk cepat pergi sebelum hujan. Jam 3 kami pun bersama-sama meninggalkan kandang badak. Niat kita untuk sampe di jembatan kayu sebelum gelap kayaknya sedikit sulit karena perjalan makin lama dirasa agak lambat. Jam 4 kita baru sampe di Kandang Batu, menjemput Seandy yang sudah siap sedia menunggu kita dari tadi. Setelah Thony kakinya kram akibat perjalanan semalam dan carriernya dibawain sama ompong, kali ini Rahma, temen dari rombongan Bandung yang kakinya sakit, wiw.. berat.. sedikit demi sedikit banyak temen-temen yang fisiknya terkuras. Paha gue pun mulai oglek, dengkul? Jangan ditanya, kalo ada bengkel di gunung turun mesin deh gue buat servis dengkul. Bahu, agak berasa keker-keker gimana gitu akibat membawa carrier yang rasanya cuma 40L tapi kenapa berasa nolnya nambah 1 jadi 400L ya, nasiiiiib! Huft.. sekali lagi perlu membisikkan kalimat motivasi dan keteguhan niat kalo semua akan baik-baik saja and i can through this, sambil nyanyi-nyanyi kecil dalem hati diiringi suara berderit-derit dari paha gue, layaknya pintu yang butuh minyak pelumas. Di saat kayak gini selalu inget kata-kata klisenya Bang Hendra; Puncak adalah tujuan, pulang dengan selamat kembali ke rumah adalah harapan.. klise tapi dalem kalo kita sedang mengalaminya. Intinya; gue dengan 24 orang ini harus pulang dengan selamat sampai ke rumah, titik.
     Payangcangan, jam 5.30 sore. Nggak keburu, kita tetep harus melewati jembatan kayu saat gelap. Semua pun bersiap dengan senternya, cek-cek batre, cek-cek terang apa enggak. Sementara gue, cek-cek jempol kaki yang berasa abis kehantam ujung depan sepatu. Nasib Rahma lumayan beruntung, Azis dan Ompong ternyata adalah atlit jamu gendong atau bisa dibilang atlit gendong carrier dan sekarang mereka menyanggupi untuk nggendong Rahma scara berganti-gantian sampe basecamp Montana. Saya sungguh angkat topi untuk temen-temen dari Ikram Ikpala ini. Selain punya fisik yang oke, mereka tetep nggak lupa untuk saling membantu teman yang padahal baru kenal semalam. Ya Allah Al Karim, berikanlah teman-teman Ikram Ikpala ini kemudahan dalam segala urusannya.. amien
     Melewati jembatan kayu saat gelap perlu ekstra hati-hati dan konsentrasi tinggi. Banyak kayu lapuk yang melintang, tak jarang ada yang lepas, sehingga jembatan pun bolong. Selain harus pelan-pelan, kita pun harus pintar memilih jalan. Lebih baik memilih jalur kayu yang berada di atas konkrit (semen) supaya tidak kejeblos. Panjang jembatan kayu ini sekitar 200-300m, ya lumayan panjang dan lama kalo dilewatinnya malam hari. Lepas jembatan, jalan pun berganti batu dengan undak-undakan menurun. Langkah kian menurun kecepatannya apalagi ketika harus melangkah turun, paha gue serasa menjerit protes kesakitan, well.. mau gimana lagi, kita harus pulang bukan? Hujan sempet turun rintik-rintik, untunglah nggak lama. Harus ekstra hati-hati juga karena batunya makin licin setelah gerimis.
     19.30 sampailah kami di basecamp Montana, belum semuanya sih, yang gue inget baru gue, Seandy, Dheva, Andy, Dendi, Lesyan dan beberapa teman lain. Nggak lama yang lain pun menyusul. Bersih-bersih di base campnya Montana harus buru-buru karena udah malem banget, khawatir ga dapet bis ke Kp. Rambutan. Akhirnya semua beres, Rahma pun demikian. Kami berpisah dengan rombongan Bandung tapi masih bareng dengan geng Cangcimen a. K. A Ikram Ikpala sampe Kp. Rambutan. Setelah makan soto yang uedan uenak tenan di warungnya Mang Idi, kami pun naik bis ke Kp. Rambutan sekitar hampir jam 12 malem dan nyampe di Kp. Rambutan kira-kira 1 jam kemudian. Gue misah sendiri dari anak-anak Share Traveller karena mau bareng sama Cangcimen naik KR ke Pondok Gede. Huahhh...lanjut ngojek dari terminal Pondok Gede ke rumah. Tepat jam 4 pagi gue baru bisa merem, Alhamdulillah.... terima kasih untuk karunia dan perjalanan hari ini Ya Allah.
Patungan: 100.000 (itu juga banyak banget lebihannya..lebihannya dipake makan-makan pizza sama anak-anak waktu kopdar buat BD)
Bis Kp. Rambutan-Ciboda: 30.000
Angkot Cibodas-Balai TNGP: *)
Administrasi WNI: 7.000
Angkot Balai TNGP-Cibodas: *)
Bis Cibodas-Kp. Rambutan: *)
Including: nasi bungkus buat makan siang hari Sabtu, patungan logistik sayur mayur, gas.
*) will update later, nanya DP yang jadi bendahara dulu

Sedikit catatan: 
Ada yang mengganjal dengan track log GPS 60csx gue kali ini, track PP ke Pangrango dari Telaga Biru-Montana berbeda 200m jaraknya dari Montana-Telaga Biru. I really have no idea what is wrong..
Review km (kurang lebih) berdasarkan Track log GPS Garmin
Montana-Telaga Biru: 2km
Telaga Biru-Payangcangan: 1.3km
Payangcangan-Batu Kukus: 1.4km
Batu Kukus-Air Panas: 3km
Air Panas-Air Terjun: 2.5km (lupa dimark Kandang Batunya, tapi Kandang Batu kan nggak jauh dari air terjun)
Air Terjun-Kandang Badak: 2km
Kandang Badak-Summit: 5km (ada sebagian track yang nggak terekam karena hilang sinyal..so kemungkinan lebih dari 5km)
Summit-Mandalawangi: sekitar 500-700m

Track GPS 60csx overlay on google earth

No comments:

Post a Comment